Sebelum senja nanti,
kita leluasa untuk berpeluk akhir
atau sekadar berlarian kecil
pada ilalang
Sebab masaku berakhir sebentar lagi,
pada tiap degup langkah-langkah kota tak terarah
yang kalut pada wajah Ideologi liar
Seratus lima puluh pamflet berkabar
tentang derap-derap berat langkah bimbang,
ingin masuk kota sendiri
atau berani menentang luka
Sudah, biarkan saja
Ladang-ladang gandumku menjadi ladang alat keadilan
yang meletup-letup menghapus jejak masa kanak
Karena tiap jengkal di sana,
adalah taruhan hidup tanpa henti
Kemudian, jalanan adalah peristirahatan terakhirmu
bersama pelor-pelor letih dan reruntuhan
Nak, maafkan
ayahmu ini
Hidupmu tak sejernih embun-embun
yang berayun
pada pucuk cemara
dan suara-suara dari dari balik kawat
telah menjelma hujan akhir tahun yang pilu
Dan senja nanti kita tak dapat mengendus
aroma mawar yang bercanda dengan matahari
Sebab tanahmu telah kusam
oleh sisa-sisa asa yang enggan mengetuk langit
Sebuah cerita kepasrahan seorang pejuang yang mengusik hatinya untuk memperjuangkan hidup..

0 komentar: